“Ji Young-a..” sergahnya begitu telfon tersambung.
“Ada apa, Soo Bin?” terdengar suara tanya seorang laki-laki di seberang dengan penuh semangat.
Ia adalah Ji Young. Sahabat Soo
Bin yang lain.
“Kau merindukanku?”
tanyanya menggoda, dan diakhiri dengan suara tawa yang lolos dari kerongannya.
Soo Bin tidak menanggapi godaan
Ji Young, atau mungkin ia memang tidak mendengarnya karna terlalu bersemangat
dengan ide bodoh yang tiba-tiba muncul di otaknya. “Aku ingin meminta
bantuanmu.”
Ji
Young menghelan nafas kecewa, “Sudahku
duga,” gumamnya dari seberang. “Katakan,
apa yang bisa aku bantu untukmu?”
“Gunakan
semua koneksimu untuk membuat pemimpin Star Media Entertaiment bersedia
meluangkan sehari saja dari seluruh hari-hari sibuk Yesung untuk bertemu
denganku.”
“MWO?”
pekik Ji Young. “Apa maksudmu sebenarnya?
Apa sindrom fans girl-mu belum hilang?”
“Emmm…”
Soo Bin bergumam mengiyakan.
“Tapi kenapa Yesung, bukankah kau
mengidolakan Donghae?”
“Yoon
Hee..” jawab Soo Bin, “Ia sangat menyukai Yesung.”
“Tunggu,”
kata Ji Young masih berusaha memproses apa maksud dari kata-kata Soo Bin. “Apa kau berfikir dia bisa membantumu dengan
Yoon Hee?”
“Tidak
ada salahnya mencoba.”
“Katakan, kalau kau bercanda.” Perintahnya sambil tertawa karena tak percaya, tapi lebih
terdengar tawa meremehkan. “Apa kau sudah
benar-benar putus asa? Bagaimanapun itu mustahil.”
Soo
Bin terdiam, menahan kesal. “Ini hal terakhir yang terpikir olehku.” Jawab Soo
Bin sinis.
Ji
Young akhirnya sadar kalau Soo Bin sudah mulai kesal padanya. Ia tahu seperti
apa gadis itu akan bereaksi jika sedang kesal.
“Baiklah, terserah padamu.” katanya mengalah. “walaupun
kedengarannya aneh, aku akan melakukannya untukmu.”
“Gumawo,”
“Tapi perlukah aku merahasiakan ini dari
Jonghyun-ssi?” tanyanya.
“Bagaimana
menurutmu?” Soo Bin meminta pendapat.
“Aku rasa, ya.” Jawabnya.
“Baiklah,
kalau begitu kita rahasiakan ini darinya.”
“Emm…”
Ji Young mengangguk, “Kapan kau mau
bertemu Yesung?”
“Secepatnya.”
“Tepatnya?”
Soo
Bin terdiam sebentar, sebelum menjawab. “Besok, jam dua siang, di Café Bin.”
* * * * *
Yesung
terbangun dengan kepala pusing. Mungkin karena ia terlalu lelah dan kurang
tidur. Ia sampai di rumah sudah lewat tengah malam. Di tambah lagi ia masih
harus berdebat dengan Donghae untuk beberapa saat, dan ia tidak bisa langsung
tidur setelahnya. Ia terus melamun di atas ranjangnya, menyelesaikan menulis
lirik lagu yang di minta Donghae, ia baru berangkat tidur dini hari tadi dan
sekarang jam 07.35 WKS. Ia mungkin hanya tidur tiga jam dalam sehari.
Yesung
bangun dari ranjangnya dengan malas. Kakinya meraba-raba lantai kamarnya yang
dingin dan menemukan sandal bulunya yang hangat. Ia berjalan keluar kamar, dan
melihat Donghae yang siap di meja makan, tampak berbicara dengan seseorang yang
ada di dapur, “Kau sudah bangun, hyung?” tanya Donghae dengan senyum
yang hangat, saat melihat Yesung menuruni tangga.
Yesung
mengangguk pelan dan duduk di samping kursi tempat Donghae, “Tuan Jang datang
pagi-pagi sekali hari ini.” Ujarnya sambil mengangkat dagu, menunjuk ke arah
dapur, seolah memberi tanda pada Yesung untuk melihat ke arah sana.
“Memangnya
ada apa?” tanya Yesung lemas, sambil menuangkan air mineral dari botol milik
Donghae ke gelas kosong di depannya.
Donghae
mengangkat bahu, “Dia bilang ada sesuatu yang dia ingin bicarakan denganmu.”
Jawabnya.
Yesung
telah menghabiskan air mineral di gelasnya saat berkata, “Mungkin ia ingin
memberiku kabar baik hari ini.” Celotehnya.
“Kabar
baik?” ulang Donghae. “Seperti apa misalnya?”
“Libur
dari rutinitas yang padatku.” Cletuk Yesung datar.
Donghae
menyungging senyum menghina di sudut bibirnya, “Jangan terlalu berharap, hyung.”
Ujarnya. “Kemarin kau baru mendapat cuti, dan kalau pun kau mendapatkannya, kau
harus menggunakannya untuk menyelesaikan lagu yang aku minta.”
“Ah,
sial.” Umpat Yesung pelan. “Aku lupa tentang hal itu, tapi tidak bisakah kau
membiarkanku beristirahat, jangan membuatku tertekan dengan memaksaku
menyelesaikaanya.” Ujar Yesung terdengar frustasi.
“No no no..” kata Donghae sambil
menggerakkan ibu jarinya ke kanan dan kekiri secara bergantian, “Lagu itu harus
selesai sebelum aku mulai rekaman untuk album baruku, aku mau menjadikannya
lagu utama di album itu.”
“Apa
judul albummu?”
“The
First And The Last Love.”
“Aku
jamin fans-mu akan berkurang sangat banyak kalau kau memakai judul itu untuk
albummu, apa lagi kau mereka tahu aku yang menulis lagu itu.” Yesung mencoba
memberi tahu.
“Ani, itu tidak akan terjadi. Fans-ku
justru akan bertambah, bertambah dua kali lipat dari sebelumnya.”
“Aku
tidak yakin.” Jawab Yesung bersikeras.
Donghae
mengangkat bahu tak acuh, “Terserah, yang penting selesaikan lagu itu.”
berintahnya.
Mereka
terlalu asik berbincang-berbincang sampai tidak sadar kalau menager mereka,
Tuan Jang Hyung Suk, telah berdiri di seberang meja makan mereka. Ia membawa
sebuah nampan yang cukup besar, berisi dua mangkok nasi, dua mangkok sup toge,
kimchi, buah apel dan jeruk yang sudah di potong dan di kuliti, serta tidak lupa
vitamin untuk ke dua artisnya.
“Istriku
sengaja bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan untuk kalian,” kata Tuan Jang
memberi tahu sambil menurunkan makan dari nampan, lalu duduk di kursi di
seberang Donghae dan Yesung duduk.
“Maaf
merepotkan,” kata Donghae.
“Apa
gunanya meminta maaf, aku memang harus menyiapkan semua ini untuk kalian,”
katanya sambil menyandarkan punggung ke kepala kursi, “Kalau mau tidak
merepotkanku, berhentilah bersikap egois.”
“Sudah
lama kami berhenti.” Ujar Yesung lirih.
“Aku
juga bersyukur dengan hal itu, syukurlah selalu ada hikmah di balik suatu
kejadian.” Balas Pak Jang sinis.
Mendadak
suasana jadi hening.
Donghae
terdiam sebentar, lalu dengan ragu ia meraih sendoknya, melahap sesuap nasi dan
sop toge sebelum menjawab, “Kami benci orang lain mengganggu prifasi kami.”
“Privasi
apa maksud kalian? Seorang idol tidak akan memiliki privasi, apapun tentang
kalian sudah tertulis secara gamblang di ratusan blog di internet.”
Donghae
hendak membantah, tapi Yesung berujar lebih dulu, “Kau mau bicara apa denganku?
Apa telah terjadi sesuatu?” tanya Yesung sambil melipat kedua tangan di depan
dada dan ikut bersandar di kepala kursi.
Perhatian
Tuan Jang langsung terpusat pada Yesung, “Aku hanya ingin memberi tahu jadwalmu
hari ini.”
“Aku
sudah tahu jadwalku, kau sudah mengirimkannya kemarin.” Kata Yesung.
Tuan Jang
mengeleng, “Ada sedikit perubahan,”
“Apa
maksudnya?”
Pak
Jang menjauhkan punggungnya dari kepala kursi dan mencondongkan badan lebih
dekat dengan meja makan saat berkata, “Direktur ingin kau pergi suatu tempat
untuk bertemu seseorang siang nanti.” Katanya.
“Memangnya
ada apa?” sergah Donghae.
“Aku
juga tidak tahu.” Kata Tuan Jang.
“Siapa
orang itu?” tanya Yesung. “Rekan bisnis Direktur?” tebaknya.
“Aku
rasa bukan, dia seorang gadis berusia dua puluh tahunan, atau lebih muda.”
Jawab Tuan Jang tidak begitu yakin.
“Mugkin
dia fansmu, hyung.” Donghae menepuk bahu Yesung sambil tersenyum,
menggoda.
“Mungkin,”
jawab Pak Jang.
“Jadi
dimana dan kapan aku harus bertemu dengannya?”
“Siang
ini, jam dua, di café Bin.”
* * * * *
Soo
Bin sudah menunggu hampir satu jam, bukan karena orang yang membuat janji
dengannya datang terlambat, tapi karena hari ini ia sangat bersemangat untuk
bertemu dengan orang yang membuat janji dengannya, itu sebabnya ia datang
beberapa menit lebih awal karena ia tidak mau memberikan kesan yang kurang
berkenan pada pertemuan pertama mereka.
Soo
Bin meraih vanilla latte-nya. Ia
sudah menghabiskan satu gelas vanilla
latte, dan gelas yang sekarang ada di genggamannya adalah vanilla latte-nya yang ke dua. Ia
menyesap dengan sabar, lalu kembali melirik jam tangannya. Tepat pukul 14.05 KST.
Soo
Bin merasa semakin tegang. Ia tidak tahu bagaimana ia harus bicara agar bisa
menyakinkan seseorang. Ia menghentak-hentakkan sepatunya ke lantai dengan
pelan, mencoba mengurangi ketegangannya.
Beberapa
menit kemudian, seorang laki-laki yang sedang ia tunggu akhirnya datang.
Laki-laki itu mengenakan celana jins biru pudar, kaos abu-abu yang pas ditubuh,
dan jaket hitam yang menambah keren penampilannya.
Laki-laki
itu tampak mencari-cari seseorang. Soo Bin tahu laki-laki itu mencarinya. Ia
lalu berdiri, seolah memberi tahu pada laki-laki itu kalau dialah orang yang
sedang di cari.
Laki-laki
itu tampak menyadari tanda yang diberikan Soo Bin. Ia melihat seisi ruangan di
café, cafe itu sepi. Sepertinya direktur sudah mengatur semuanya dengan baik,
dan gadis itu juga memilih tempat duduk yang sempurna, di sudut ruangan. Yang
tidak akan terlihat orang dari luar, kecuali orang-orang itu masuk kedalamnya.
Laki-laki
itu berjalan mendekati Soo Bin. “Nona Kim Soo Bin?” tanyanya saat sampai di
depan Soo Bin.
To be continue...
0 komentar:
Posting Komentar