Rabu, 23 September 2015

The Secret Between Us // Part. 2 : Ini bukan salahku, kan?


SMP Busan
09.25 AM


“Untuk selanjutnya kita panggil siswa dengan nilai terbaik untuk memberikan pidatonya. Kepada Jeong Jungkook, kami persilahkan.” Seru Kim Gyuri, yang merupakan pemandu acara kelulusan hari ini.

Jungkook menarik nafas panjang, berusaha mengurangi kegugupannya, lalu melangkahkan kakinya untuk menaiki podium tempat Gyuri berdiri.

Di tengah panggung, Gyuri sedang tersenyum lebar pada Jungkook. Rambut Gyuri yang kecoklatan dan bergelombang sebatas bahu di urai dengan rapi, seragamnya di setrika licin tanpa ada satu lipatanpun yang kusut.

“Selamat atas kelulusan dan prestasimu, Jeong Jungkook.” Ujarnya sambil mengulurkan tangan dan tesenyum geli.

Jungkook tahu apa yang membuat gadis itu geli, ekspresi wajahnya. Pasti itu. Ia tahu kalau ekspresi wajahnya yang gugup selalu membuat Gyuri geli.

Dengan senyum gugupnya Jungkook menyambut uluran tangan Gyuri. “Terima kasih.” Balasnya.

“Aku menunggu pidato hebatmu hari ini.” Kata Gyuri sebelum melepaskan tangan Jungkook dan melangkahkan kaki menuruni panggung.

Jungkook hanya tersenyum, lalu menghadap pada para siswa-siswi dan wali murid yang hadir di acara kelulusan siswa kelas tiga SMP Busan hari ini.

“Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berdiri didepan teman-teman, para guru dan wali murid semuanya.” Ujar Jungkook memulai.

Semua yang hadir memusatkan perhatiannya pada Jungkook. Walaupun merasa gugup, setelah ucapan terima kasih yang ia sampaikan, Jungkook bisa melanjutkan pidatonya dengan baik, lancar tanpa ada halangan yang berarti. Hampir empat menit Jungkook berdiri di depan panggung untuk memberikan pidatonya dan mendapat perhatian penuh dari seluruh hadirin.

Pada dasarnya, sebuah keberhasilan tidak akan bisa dicapai tanpa kerja keras. Saya bisa mencapai tempat saya sekarang dengan semua penderitaan dan usaha, selain itu satu hal yang tidak kalah penting adalah…” ujar Jungkook di akhir pidatonya. 

Jungkook tersenyum. Pandangannya tertuju pada seorang wanita paruh baya yang duduk di barisan paling depan, disamping kanan Gyuri—yang sudah duduk di kursi hadirin. “Dukungan dari ibu saya.” Tambah Jungkook. “Semua ini untukmu, ibu.”

Kalimat sederhana ucapkan itu mengakhiri pidato Jungkook. Semua penonton bertepuk tangan, Jungkook mundur satu langkah dari tempatnya berdiri, lalu menundukkan badan memberi hormat pada para hadirin.

Saat Jungkook menegakkan punggunya kembali, ia melihat sang ibu tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca dan tepuk tangan penuh kebanggan. Disamping sang ibu, Jungkook bisa melihat Gyuri yang juga ikut tersenyum penuh kebanggaan padanya.

Ini hari yang special. Semua orang tersenyum padanya. Sebuah hari yang lebih sempurna lagi saat Jungkook melihat sosok yang tidak asing, sedang berdiri didepan pintu aula yang kini menjadi tempat acara kelulusan di selengaarankan.
Laki-laki itu berdiri di tengah pintu aula yang terbuka. Ia memakai pakaian santai. Cahaya seoalah memancar di balik punggungnya. Dan saat laki-laki itu tersenyum Jungkook tahu kalau dia datang untuk Jungkook.

Laki-laki itu adalah Jimin. Jung Jimin.



“Hyung!” seru Jungkook pada Jimin, yang berdiri di depan gerbang sekolah.

Baru saja acara kelulusan selesai. Jungkook segera berlari keluar aula dan menghampur pada Jimin. Jimin membalas pelukan yang Jungkook berikan padanya. Ia tahu kalau Jungkook merindukannya, seperti ia merindukan anak itu.

“Aku senang sekali kau datang kemari.” Aku Jungkook sambil mempererat pelukkannya pada Jimin.

Jimin merasa mulai sesak untuk bernafas, tapi ia hanya tersenyum dan mengacak-acak kepala Jungkook yang beberapa senti lebih tinggi darinya. “Kau sudah tumbuh menjadi anak yang hebat. Aku bangga sekali padamu.” Katanya dengan tulus.

Jungkook tersenyum, lalu melepaskan pelukkannya. “Coba lihat siapa yang bicara?” tanya Jungkook, mencibir.

Jimin hanya tersenyum. “Bagaimanapun, selamat atas kelulusan dan prestasimu. Kau benar-benar membuatku bangga.” Jimin mengulurkan tangannya.

Jungkook tersipu. Ia menyambut uluran tangan Jimin sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya, “Terima kasih.” Katanya.

“Jimin~a!” seru sebuah suara.

Jimin segera menengok ke sumber suara. Ia melihat seorang wanita paruh baya sedang tersenyum dan berjalan ke arahnya. Wanita itu adalah ibu Jungkook.

Di samping ibu Jungkook, Jimin bisa melihat sosok lain yang tidak asing untuknya. Gadis itu memakai seragam yang sama seperti yang Jungkook kenakan. Wajahnya tampak dingin, tapi anehnya bisa membuat Jimin merasa jantungnya akan berhenti berdetak. Dia sudah tumbuh menjadi gadis yang lebih cantik dari sebelumnya. Dia adalah Kim Gyuri.

“Lama tidak bertemu denganmu, Jimin~a.” Kata ibu Jungkook saat sampai di depan Jungkook.

Jimin tersenyum dan memberikan pelukan pada ibu Jungkook. “Lama tidak bertemu dengan bibi. Aku sangat merindukanmu.” Bisik Jimin.

Jungkook dan Gyuri hanya tersenyum melihat keakraban di antara Jimin dan ibu Jungkook.

Ibu Jungkook membalas pelukan Jimin. “Bibi juga merindukanmu.”

Jimin melepaskan pelukannya. “Bagaimana kabar bibi?”

Ibu Jungkook tersenyum. “Bibi sehat. Dan bagaimana denganmu?”

“Aku juga sehat.” Jawab Jimin sambil tersenyum. Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada Gyuri. “Lama tidak bertemu, Gyuri~ya.”

Gyuri hanya tersenyum singkat. Seolah memperjelas ketidak inginannya untuk terlibat dalam dialog yang lebih dengan Jimin.

“Kau datang sendiri?” tanya ibu Jungkook, sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling halaman sekolah. Seolah mencari seseorang.

Senyum Jimin tiba-tiba memudar, begitu juga dengan senyum Jungkook. Jimin, Jungkook dan Gyuri terdiam. Membeku di tempat mereka. Melihat ibu Jungkook mengedarkan pandangannya kesekeliling mereka, membuat Jimin tidak tahu harus melakukan apa.

“Hyung datang sendiri.” Kata Jungkook.

Ibu Jungkook terdiam. Saat melihat ekspresi wajah Jungkook mengeras, sang ibu seolah tahu kalau ia mungkin sudah melakukan kesalahan dengan menganyakan hal itu pada Jimin. Dan ibu baru sadar kalau suasana tiba-tiba berubah tidak menyenangkan.

Ingin memperbaiki  suasana, ibu Jimin mengangguk pelan dan mencoba merubah topik pembicaraan. “Kau mau makan malam bersama kami, kan?” tanya ibu Jungkook pada Jimin. “Aku dan Gyuri mencoba banyak resep baru yang sangat lezat.”

Sebuah senyum canggung terlukis di wajah Jimin. “Tentu aku akan bergabung. Bagaimana bisa aku menolak masakan enak bibi.” Katanya.

“Bukankah ibu bilang ingin mengucapkan terima kasih pada guru-guruku, kenapa tidak ibu lakukan sekarang saja?” tanya Jungkook tiba-tiba. Ekspresi keras di wajahnya belum hilang sepenuhnya, walaupun sudah lebih tenang dari sebelumnya.

Seolah baru tersadar, ibu Jungkook menepuk lengan Jungkook. “Kau benar. Ibu harus mengucapkan terim kasih pada mereka. Gyuri~ya, kamu mau menemani bibi, kan?” tanya ibu Jungkook pada Gyuri.

Gyuri tersenyum canggung, “Apapun yang kau inginkan, bibi.”

Ibu Jungkook kembali tersenyum, lalu memandang Jimin. “Bibi harus pergi. Kau harus datang ke rumah kami, bibi akan memasakkan makanan kesukaanmu.”

“Aku tidak akan melewatkannya.” Kata Jimin.

Ibu Jungkook kemudian berlalu pergi bersama Gyuri. Jimin masih memandang ke pergian ibu Jungkook dan Gyuri dalam diam, dan saat itu ia mendapati Gyuri melirik padanya dari ekor mata Gyuri. Gadis itu memandangnya, walaupun hanya untuk beberapa detik saja.

Saat akhirnya ibu Jungkook sudah berjalan cukup jauh, Jungkook berujar. “Kau pasti tidak datang sendiri.” Katanya menebak.

Jimin terdiam. Ia sendiri tidak tahu harus berkata apa saat ini.

“Kenapa kau membawanya, hyung?” tanya Jungkook, tidak habis pikir.

“Karna kalian saling merindukan.” Jawab Jimin cepat.

“Aku tidak merindukannya.” Bantah Jungkook.

Jimin kembali terdiam dan terpaku memandang ekspresi wajah Jungkook yang kembali mengeras. “Baiklah, kau tidak merindukannya. Dialah yang merindukanmu. Kalian sudah tidak bertemu hampir satu tahun. Aku yakin dia ingin bertemu denganmu, dan aku hanya memberinya alasan agar ia bisa melihatmu.”

“Aku tidak ingin bertemu dengannya.”

Jimin menghelan nafas panjang. “Aku anggap tidak mendengarnya.” Kata Jimin. “Kau akan bertemu dengannya.”

“Kenapa aku harus?”

“Karna ini bukan permintaan, tapi perintah.”



Dari tempatnya duduk, Kyuna bisa meremas buket bunga yang ada di pangkuannya dan melihat Jimin yang sedang berdebat dengan Jungkook. Ia tidak pernah memilih Jimin jika ada Jungkook, tapi kali ini.. hanya kali ini saja, Jimin berharap kalau Jungkook akan kalah dari Jimin.

Beberapa menit berlalu dengan penuh harap. Kyuna hanya bisa berdoa dan berdoa sampai ia melihat sebuah senyum berkembang di sudut bibir Jimin setelah perbincangan yang panjang dengan Jungkook. Di samping itu, Kyuna juga bisa melihat ekspresi tidak suka yang kentara di wajah Jungkook.

Walaupun ia merasa bersalah karna membuat Jungkook terpaksa menemuinya, tapi Kyuna benar-benar merasa lega saat melihat Jungkook yang kini berjalan ke arahnya.

Demi Tuhan, Kyuna benar-benar tidak tahu harus bagaiamana. Ini sudah hampir satu mereka tidak bertemu dan berkomunikasi. Ia selalu menginginkan saat ini, tapi ia tidak pernah menyangka ia akan segugup ini.

Jungkook duduk di kursi kemudi yang sebelumnya di duduki Jimin. Ia duduk dalam diam dan memandang lurus ke depan. Kyuna hanya bisa memandang Jungkook yang kini ada di sampingnya,dan pikiran Kyuna kembali melayang.

Jungkook sudah tumbuh menjadi laki-laki yang mempesona. Tubuhnya mungkin bertambah empat atau lima setimeter lebih tinggi dari tahun lalu. Garis rahangnya juga menjadi lebih jelas dari sebelumnya. Rambutnya sedikit lebih panjang di bagian depan dan tubuhnya menjadi lebih berisi. Wajahnya yang pasti juga bertambah tampan. Dia tidak terlihat seperti anak kecil, kini ia jelas terlihat lebih dewasa.

“Ada yang ingin kau katakan?” tanya Jungkook, yang masih memandang lurus ke depan tanpa mau repot-repot memalingkan wajahnya untuk memandang Kyuna.
Kyuna terperanjat pelan. Ia mengerjapkan matanya sekedar untuk mengembalikan kesadarannya. Ia menarik nafas panjang dan ia yakin Jungkook bisa melihat kalau saat ini ia sedang gugup, walaupun begitu Kyuna masih mencoba menunjukan senyum terbaik yang bisa ia tunjukan.

Kyuna menyodorkan buket bunga yang di bawanya pada Jungkook, “Selamat atas kelulusanmu, Jungkook~a.” kata Kyuna. Walaupun ia sedang gugup, semua orang pasti bisa melihat kalau Kyuna tulus saat mengatakannya.

Jungkook hanya memandang Kyuna dengan ekpresi datar. “Aku dengar kau lulus dengan nilai terbaik. Kau selalu menjadi yang terhebat. Aku bangga…”

“Kau mau pamer kalau kau punya lebih banyak uang dari pada aku?” tanya Jungkook dingin.

 “Apa?”

“Kau datang dengan bunga mahal di tanganmu, kau bolos dari sekolah mahalmu dan datang kemari hanya untuk mengucapkan selamat padaku. Aku tidak pernah menyangka kalau aku sebegitu berharganya bagimu.” Kata-kata Jungkook sukses menghentikan kata-kata Kyuna dan senyum yang susah payah gadis itu tunjukan.

Termenung karna kata-kata Jungkook, tangan Kyuna tiba-tiba terasa lemas dan dalam genggamannya yang melemas buket bunga yang ia bawa kembali jatuh ke kepangkuannya.

Kenapa ia berekasi seperti ini? Ia tidak pernah berharap kalau Jungkook akan menyambutnya dengan baik. Ia bahkan sudah mempersiapkan untuk yang lebih buruk dari sekedar diacuhkan seperti yang Jungkook lakukan, tapi ternyata ia tidak sekuat yang ia bayangkan. Persiapannya tidak cukup untuk situasi yang sebenarnya.

Jungkook mendengus kasar, “Kau benar-benar gadis yang hebat. Kau memang selalu bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan, Kim... Kyu... na.” Cibir Jungkook, yang sengaja memberi tekanan saat menyebutkan nama lengkap Kyuna, seolah ia ingin menegaskan sesuatu melalui nama itu.

Kyuna tidak bisa berfikir apapun. Ia hanya memandang Jungkook. Laki-laki itu pasti sangat membencinya sampai memperlakukannya seperti itu. Ia sudah meninggalkan luka yang terlalu dalam pada Jungkook dan Kyuna tidak pernah berhenti merasa bersalah telah melakukannya.

“Kau menjijikan. Kau tubuh menjadi gadis yang lebih cantik dari terakhir kali aku melihatmu. Kau memakai pakaian indah dan mengendarai mobil mahal. Orang yang aku banggakan pun berada di pihakmu. Kau pasti hidup dengan sangat baik tanpa aku.”

“Melihat bagaimana kau bisa datang kemari, pasti sangat mudah bagimu untuk memaafkan dirimu.” Lanjut Jungkook. Senyum penghinaan mengembang di wajahnya. 

“Aku harus memaafkan diriku sendiri agar kau bisa memaafkan aku.” kata Kyuna. Tidak ada yang tahu dari mana Kyuna mendapatkan kepercayaan diri untuk mengatakan kalimat tadi. Jika ada yang bisa menjadi alasan dari keberanian Kyuna mungkin hal itu adalah keputus asaan.

Tidak ada yang apapun dalam diri Kyuna saat ini selain keputus asaan dan rasa bersalahnya yang teramat besar pada Jungkook. Selama tiga tahun ini ia sudah merasa begitu sulit. Ia mencoba membangun hidup yang baru seperti yang Jimin lakukan tapi tidak bisa sesukses Jimin.

Alasannya dari semua itu adalah Jungkook. Hanya maaf dari Jungkook-lah yang bisa membuat Kyuna merasa lebih baik. Dan kini harapannya kembali hancur, jadi bisa di bayangkan bagaimana putus asanya Kyuna saat ini.

“Jungkook~a,” panggil Kyuna, dengan suara putus asanya. “apa kau masih marah padaku?” 

Jungkook tiba-tiba terpaku. Wajahnya yang sebelumnya di hiasai dengan senyum penuh penghinaan kini perlahan mulai berubah menjadi merah padam. Bibirnya mengatup dan rahangnya mengeras. Ia sedang menahan kekesalan atau… sebuah kemaran.

“Marah?” ulang Jungkook setengah berteriak. “Kau bertanya apa aku marah? Kau pasti bercanda, Kim Kyuna. Yang benar saja. Aku lebih dari marah! Aku murka!” bentak Jungkook.

“Kau tahu betapa sulitnya hidup yang harus aku dan ibuku jalani setelah apa yang kau dan ayahmu lakukan kami? Kau satu-satunya harapan yang aku miliki saat itu, dan kau menghancurkannya! Kau membuatku menderita!”

Nafas Kyuna tercekat. Bahunya mulai bergetar. Dadanya terasa sesak dan matanya mulai berkaca-kaca. “Jungkook~a…” bisik Kyuna dengan suara parau dan air mata yang jatuh membasahi pipinya.

Nafas Jungkook memburu dan matanya melebar karna kemarahan yang baru saja ia luapkan. “Jangan sebut namaku seperti itu.” Katanya dengan suara yang juga parau karna kemarahan. “Jangan pernah gunakan air mata itu lagi padaku. Itu tidak akan mempan padaku.”

“Maafkan aku. Maafkan aku.” Ujar Kyuna diiringi dengan suara isak yang mulai terdengar.

“Lupakan! Persetan dengan semua permintaan maaf dan air matamu!” umpat Jungkook yang kemudian pergi keluar dari mobil dan meninggalkan Kyuna yang menangis seorang diri.

Jimin yang sendari tadi menunggu tidak jauh mobilnya sambil asyik memainkan game di ponselnya hanya bisa mengerutkan kening saat melihat Jungkook keluar dari mobilnya dengan ekspresi wajah yang tidak wajar.

Dalam sekejap Jimin tahu kalau ini bukan pertanda baik. Mungkinkah apa yang ia takutkan benar-benar terjadi? Jimin melompat dari tempatnya duduk dan mengalihkan pandangannya pada Kyuna yang tidak terlihat baik. Gadis itu menangis.

Dengan langkah setengah berlari Jimin menghampiri Jungkook. “Apa yang terjadi?” tanya Jimin.

Mata Jungkook yang berkaca-kaca memandang tajam pada Jimin. “Lebih baik kau gantung aku dari pada menyuruhku menemuinya.” Kata Jungkook.

“Aku tanya apa yang terjadi? Apa yang kau lakukan padanya?”

“Aku hanya akan menyambut kembali kedatanganmu jika itu tanpa dia.” Tambah Jungkook sebelum melangkah meninggalkan Jimin.

“Jung Jungkook! Yak!” teriak Jimin, yang tidak mendapat respon dari Jungkook.

Baru sadar, Jimin mengalihkan pandangannya ke arah mobil dan berlari secepat yang ia bisa. Langkahnya berangsur pelan saat mendekat ke arah mobil. Dengan tangan gemetar ia membuka pintu mobil dan ia merasa tubuhnya lemas saat melihat Kyuna yang menunduk dengan bahu bergetar dan suara isak tangis lolos dari tenggorokannya.

“Kyuna~ya…” bisik Jimin yang kemudian duduk di kursi kemudi.

Kyuna mengankat wajahnya dan Jimin melihat air mata membasahi wajah gadis itu. Demi Tuhan, apa yang sudah terjadi?

“Jimin~a…” seru Kyuna dengan suara parau.

Jimin tidak tahu apa yang terjadi saat itu. Ia baru mendapatkan kembali akal sehatnya saat tubuh gemetar Kyuna ada di pelukannya. Dalam diam Jimin hanya bisa membelai punggung gadis yang sudah menjadi sahabat sejak kecil.

Dan saat itu, timbul sebuah pertanyaan di benak Jimin.

Ini... bukan salahku, kan?


To be continue...

4 komentar:

Unknown mengatakan...

wah,, panjang ya...ceritanya

Unknown mengatakan...

lanjutannya mana,saya tunggu???

Unknown mengatakan...

lanjutkan

Unknown mengatakan...

next :D

Posting Komentar