SMP Busan
09.25 AM
“Untuk selanjutnya kita panggil siswa dengan nilai
terbaik untuk memberikan pidatonya. Kepada Jeong Jungkook, kami persilahkan.” Seru Kim Gyuri,
yang merupakan pemandu acara kelulusan hari ini.
Jungkook menarik nafas panjang, berusaha mengurangi
kegugupannya, lalu melangkahkan kakinya untuk menaiki podium tempat Gyuri berdiri.
Di tengah panggung, Gyuri sedang
tersenyum
lebar pada Jungkook.
Rambut Gyuri yang kecoklatan dan
bergelombang sebatas bahu di urai dengan rapi, seragamnya di setrika licin tanpa ada satu lipatanpun yang
kusut.
“Selamat atas kelulusan dan prestasimu, Jeong Jungkook.”
Ujarnya sambil mengulurkan tangan dan tesenyum geli.
Jungkook tahu apa yang membuat gadis itu geli, ekspresi
wajahnya. Pasti itu. Ia tahu kalau ekspresi wajahnya yang gugup selalu membuat
Gyuri geli.
Dengan senyum gugupnya Jungkook menyambut uluran
tangan Gyuri. “Terima kasih.” Balasnya.
“Aku menunggu pidato hebatmu hari ini.” Kata
Gyuri sebelum melepaskan tangan Jungkook dan melangkahkan kaki menuruni
panggung.
Jungkook hanya tersenyum, lalu menghadap pada para siswa-siswi
dan wali murid yang hadir di acara kelulusan siswa kelas tiga SMP Busan hari ini.
“Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas
kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berdiri didepan teman-teman, para
guru dan wali murid semuanya.” Ujar Jungkook memulai.
Semua yang hadir memusatkan perhatiannya pada
Jungkook. Walaupun merasa gugup, setelah ucapan terima kasih yang ia sampaikan,
Jungkook bisa melanjutkan pidatonya dengan baik, lancar tanpa ada halangan yang
berarti. Hampir empat menit Jungkook berdiri di depan panggung untuk memberikan
pidatonya dan mendapat perhatian penuh dari seluruh hadirin.
“Pada dasarnya,
sebuah keberhasilan tidak akan bisa dicapai tanpa kerja keras. Saya bisa
mencapai tempat saya sekarang dengan semua penderitaan dan usaha, selain itu
satu hal yang tidak kalah penting adalah…” ujar Jungkook di akhir pidatonya.
Jungkook tersenyum. Pandangannya tertuju pada
seorang wanita paruh baya yang duduk di barisan paling depan, disamping kanan
Gyuri—yang sudah duduk di kursi hadirin. “Dukungan dari ibu saya.” Tambah
Jungkook. “Semua ini untukmu, ibu.”
Kalimat sederhana ucapkan itu mengakhiri pidato Jungkook.
Semua penonton bertepuk tangan, Jungkook mundur satu langkah dari tempatnya
berdiri, lalu menundukkan badan memberi
hormat pada para hadirin.
Saat Jungkook menegakkan punggunya kembali, ia
melihat sang ibu tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca dan tepuk tangan penuh
kebanggan. Disamping sang ibu, Jungkook bisa melihat Gyuri yang juga ikut
tersenyum penuh kebanggaan padanya.
Ini hari yang special. Semua orang tersenyum
padanya. Sebuah hari yang lebih sempurna lagi saat Jungkook melihat sosok yang
tidak asing, sedang berdiri didepan pintu aula yang kini menjadi tempat acara
kelulusan di selengaarankan.
Laki-laki itu berdiri di tengah pintu aula yang
terbuka. Ia memakai pakaian santai. Cahaya seoalah memancar di balik
punggungnya. Dan saat laki-laki itu tersenyum Jungkook tahu kalau dia datang
untuk Jungkook.
Laki-laki itu adalah Jimin. Jung Jimin.
“Hyung!” seru Jungkook pada Jimin, yang berdiri di depan
gerbang sekolah.
Baru saja acara kelulusan selesai. Jungkook segera
berlari keluar aula dan menghampur pada Jimin. Jimin membalas pelukan yang
Jungkook berikan padanya. Ia tahu kalau Jungkook merindukannya, seperti ia
merindukan anak itu.
“Aku senang sekali kau datang kemari.” Aku Jungkook
sambil mempererat pelukkannya pada Jimin.
Jimin merasa mulai sesak untuk bernafas, tapi ia hanya
tersenyum dan mengacak-acak kepala Jungkook yang beberapa senti lebih tinggi
darinya. “Kau sudah tumbuh menjadi anak yang hebat. Aku bangga sekali padamu.”
Katanya dengan tulus.
Jungkook tersenyum, lalu melepaskan pelukkannya. “Coba
lihat siapa yang bicara?” tanya Jungkook, mencibir.
Jimin hanya tersenyum. “Bagaimanapun, selamat atas
kelulusan dan prestasimu. Kau benar-benar membuatku bangga.” Jimin mengulurkan
tangannya.
Jungkook tersipu. Ia menyambut uluran tangan Jimin sambil
menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya, “Terima kasih.” Katanya.
“Jimin~a!” seru sebuah suara.
Jimin segera menengok ke sumber suara. Ia melihat seorang
wanita paruh baya sedang tersenyum dan berjalan ke arahnya. Wanita itu adalah
ibu Jungkook.
Di samping ibu Jungkook, Jimin bisa melihat sosok lain
yang tidak asing untuknya. Gadis itu memakai seragam yang sama seperti yang
Jungkook kenakan. Wajahnya tampak dingin, tapi anehnya bisa membuat Jimin
merasa jantungnya akan berhenti berdetak. Dia sudah tumbuh menjadi gadis yang
lebih cantik dari sebelumnya. Dia adalah Kim Gyuri.
“Lama tidak bertemu denganmu, Jimin~a.” Kata ibu Jungkook
saat sampai di depan Jungkook.
Jimin tersenyum dan memberikan pelukan pada ibu Jungkook.
“Lama tidak bertemu dengan bibi. Aku sangat merindukanmu.” Bisik Jimin.
Jungkook dan Gyuri hanya tersenyum melihat keakraban di
antara Jimin dan ibu Jungkook.
Ibu Jungkook membalas pelukan Jimin. “Bibi juga merindukanmu.”
Jimin melepaskan pelukannya. “Bagaimana kabar bibi?”
Ibu Jungkook tersenyum. “Bibi sehat. Dan bagaimana
denganmu?”
“Aku juga sehat.” Jawab Jimin sambil tersenyum. Ia
kemudian mengalihkan pandangannya pada Gyuri. “Lama tidak bertemu, Gyuri~ya.”
Gyuri hanya tersenyum singkat. Seolah memperjelas ketidak
inginannya untuk terlibat dalam dialog yang lebih dengan Jimin.
“Kau datang sendiri?” tanya ibu Jungkook, sambil
mengedarkan pandangannya ke sekeliling halaman sekolah. Seolah mencari
seseorang.
Senyum Jimin tiba-tiba memudar, begitu juga dengan senyum
Jungkook. Jimin, Jungkook dan Gyuri terdiam. Membeku di tempat mereka. Melihat
ibu Jungkook mengedarkan pandangannya kesekeliling mereka, membuat Jimin tidak
tahu harus melakukan apa.
“Hyung datang sendiri.” Kata Jungkook.
Ibu Jungkook terdiam. Saat melihat ekspresi wajah
Jungkook mengeras, sang ibu seolah tahu kalau ia mungkin sudah melakukan
kesalahan dengan menganyakan hal itu pada Jimin. Dan ibu baru sadar kalau
suasana tiba-tiba berubah tidak menyenangkan.
Ingin memperbaiki
suasana, ibu Jimin mengangguk pelan dan mencoba merubah topik
pembicaraan. “Kau mau makan malam bersama kami, kan?” tanya ibu Jungkook pada
Jimin. “Aku dan Gyuri mencoba banyak resep baru yang sangat lezat.”
Sebuah senyum canggung terlukis di wajah Jimin. “Tentu
aku akan bergabung. Bagaimana bisa aku menolak masakan enak bibi.” Katanya.
“Bukankah ibu bilang ingin mengucapkan terima kasih pada
guru-guruku, kenapa tidak ibu lakukan sekarang saja?” tanya Jungkook tiba-tiba.
Ekspresi keras di wajahnya belum hilang sepenuhnya, walaupun sudah lebih tenang
dari sebelumnya.
Seolah baru tersadar, ibu Jungkook menepuk lengan
Jungkook. “Kau benar. Ibu harus mengucapkan terim kasih pada mereka. Gyuri~ya,
kamu mau menemani bibi, kan?” tanya ibu Jungkook pada Gyuri.
Gyuri tersenyum canggung, “Apapun yang kau inginkan,
bibi.”
Ibu Jungkook kembali tersenyum, lalu memandang Jimin.
“Bibi harus pergi. Kau harus datang ke rumah kami, bibi akan memasakkan makanan
kesukaanmu.”
“Aku tidak akan melewatkannya.” Kata Jimin.
Ibu Jungkook kemudian berlalu pergi bersama Gyuri. Jimin
masih memandang ke pergian ibu Jungkook dan Gyuri dalam diam, dan saat itu ia
mendapati Gyuri melirik padanya dari ekor mata Gyuri. Gadis itu memandangnya,
walaupun hanya untuk beberapa detik saja.
Saat akhirnya ibu Jungkook sudah berjalan cukup jauh,
Jungkook berujar. “Kau pasti tidak datang sendiri.” Katanya menebak.
Jimin terdiam. Ia sendiri tidak tahu harus berkata apa
saat ini.
“Kenapa kau membawanya, hyung?” tanya Jungkook, tidak habis pikir.
“Karna kalian saling merindukan.” Jawab Jimin cepat.
“Aku tidak merindukannya.” Bantah Jungkook.
Jimin kembali terdiam dan terpaku memandang ekspresi
wajah Jungkook yang kembali mengeras. “Baiklah, kau tidak merindukannya. Dialah
yang merindukanmu. Kalian sudah tidak bertemu hampir satu tahun. Aku yakin dia
ingin bertemu denganmu, dan aku hanya memberinya alasan agar ia bisa
melihatmu.”
“Aku tidak ingin bertemu dengannya.”
Jimin menghelan nafas panjang. “Aku anggap tidak
mendengarnya.” Kata Jimin. “Kau akan bertemu dengannya.”
“Kenapa aku harus?”
“Karna ini bukan permintaan, tapi perintah.”
Dari tempatnya duduk, Kyuna bisa meremas buket
bunga yang ada di pangkuannya dan melihat Jimin yang sedang berdebat dengan
Jungkook. Ia tidak pernah memilih Jimin jika ada Jungkook, tapi kali ini..
hanya kali ini saja, Jimin berharap kalau Jungkook akan kalah dari Jimin.
Beberapa menit berlalu dengan penuh harap. Kyuna
hanya bisa berdoa dan berdoa sampai ia melihat sebuah senyum berkembang di sudut
bibir Jimin setelah perbincangan yang panjang dengan Jungkook. Di samping itu,
Kyuna juga bisa melihat ekspresi tidak suka yang kentara di wajah Jungkook.
Walaupun ia merasa bersalah karna membuat
Jungkook terpaksa menemuinya, tapi Kyuna benar-benar merasa lega saat melihat
Jungkook yang kini berjalan ke arahnya.
Demi Tuhan, Kyuna benar-benar tidak tahu harus
bagaiamana. Ini sudah hampir satu mereka tidak bertemu dan berkomunikasi. Ia
selalu menginginkan saat ini, tapi ia tidak pernah menyangka ia akan segugup ini.
Jungkook duduk di kursi kemudi yang sebelumnya
di duduki Jimin. Ia duduk dalam diam dan memandang lurus ke depan. Kyuna hanya
bisa memandang Jungkook yang kini
ada di sampingnya,dan pikiran Kyuna kembali melayang.
Jungkook sudah tumbuh menjadi laki-laki yang
mempesona. Tubuhnya mungkin bertambah empat atau lima setimeter lebih tinggi
dari tahun lalu. Garis rahangnya juga menjadi lebih jelas dari sebelumnya.
Rambutnya sedikit lebih panjang di bagian depan dan tubuhnya menjadi lebih
berisi. Wajahnya yang pasti juga bertambah tampan. Dia tidak terlihat seperti
anak kecil, kini ia jelas terlihat lebih dewasa.
“Ada yang ingin kau katakan?” tanya Jungkook,
yang masih memandang lurus ke depan tanpa mau repot-repot memalingkan wajahnya
untuk memandang Kyuna.
Kyuna terperanjat pelan. Ia mengerjapkan matanya
sekedar untuk mengembalikan kesadarannya. Ia menarik nafas panjang dan ia yakin
Jungkook bisa melihat kalau saat ini ia sedang gugup,
walaupun begitu Kyuna masih mencoba menunjukan senyum terbaik yang bisa ia
tunjukan.
Kyuna menyodorkan buket bunga yang di bawanya
pada Jungkook, “Selamat atas kelulusanmu, Jungkook~a.” kata Kyuna. Walaupun ia sedang gugup, semua orang pasti bisa
melihat kalau Kyuna tulus saat mengatakannya.
Jungkook hanya memandang Kyuna dengan ekpresi
datar. “Aku dengar kau lulus dengan nilai terbaik. Kau selalu menjadi yang
terhebat. Aku bangga…”
“Kau mau pamer kalau kau punya lebih banyak uang
dari pada aku?” tanya Jungkook dingin.
“Apa?”
“Kau datang dengan bunga mahal di tanganmu, kau
bolos dari sekolah mahalmu dan datang kemari hanya untuk mengucapkan selamat
padaku. Aku tidak pernah menyangka kalau aku sebegitu berharganya bagimu.”
Kata-kata Jungkook sukses menghentikan kata-kata Kyuna dan senyum yang susah
payah gadis itu tunjukan.
Termenung karna kata-kata Jungkook, tangan Kyuna
tiba-tiba terasa lemas dan dalam genggamannya yang melemas buket bunga yang ia
bawa kembali jatuh ke kepangkuannya.
Kenapa ia berekasi seperti ini? Ia tidak pernah
berharap kalau Jungkook akan menyambutnya dengan baik. Ia bahkan sudah
mempersiapkan untuk yang lebih buruk dari sekedar diacuhkan seperti yang Jungkook
lakukan, tapi ternyata ia tidak sekuat yang ia bayangkan. Persiapannya tidak
cukup untuk situasi yang sebenarnya.
Jungkook mendengus kasar, “Kau benar-benar gadis
yang hebat. Kau memang selalu bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan, Kim... Kyu... na.”
Cibir Jungkook, yang sengaja memberi tekanan saat menyebutkan nama lengkap
Kyuna, seolah ia ingin menegaskan sesuatu melalui nama itu.
Kyuna tidak bisa berfikir apapun. Ia hanya
memandang Jungkook. Laki-laki itu pasti sangat membencinya sampai
memperlakukannya seperti itu. Ia sudah meninggalkan luka yang terlalu dalam
pada Jungkook dan Kyuna tidak pernah berhenti merasa bersalah telah
melakukannya.
“Kau menjijikan. Kau tubuh menjadi gadis yang
lebih cantik dari terakhir kali aku melihatmu. Kau memakai pakaian indah dan
mengendarai mobil mahal. Orang yang aku banggakan pun berada di pihakmu. Kau pasti
hidup dengan sangat baik tanpa aku.”
“Melihat bagaimana kau bisa datang kemari, pasti
sangat mudah bagimu untuk memaafkan dirimu.” Lanjut Jungkook. Senyum penghinaan
mengembang di wajahnya.
“Aku harus memaafkan diriku sendiri agar kau
bisa memaafkan aku.” kata Kyuna. Tidak ada yang tahu dari mana Kyuna
mendapatkan kepercayaan diri untuk mengatakan kalimat tadi. Jika ada yang bisa menjadi alasan
dari keberanian Kyuna mungkin hal itu adalah keputus asaan.
Tidak ada yang apapun dalam diri Kyuna saat ini
selain keputus asaan dan rasa bersalahnya yang teramat besar pada Jungkook.
Selama tiga tahun ini ia
sudah merasa begitu sulit. Ia mencoba membangun hidup yang baru seperti yang
Jimin lakukan tapi tidak bisa sesukses Jimin.
Alasannya dari semua itu adalah Jungkook. Hanya
maaf dari Jungkook-lah yang bisa membuat Kyuna merasa lebih baik. Dan kini
harapannya kembali hancur, jadi bisa di bayangkan bagaimana putus asanya Kyuna
saat ini.
“Jungkook~a,” panggil Kyuna, dengan suara putus
asanya. “apa kau masih marah padaku?”
Jungkook tiba-tiba terpaku. Wajahnya yang
sebelumnya di hiasai dengan senyum penuh penghinaan kini perlahan mulai berubah
menjadi merah padam. Bibirnya mengatup dan rahangnya mengeras. Ia sedang menahan
kekesalan atau… sebuah kemaran.
“Marah?” ulang Jungkook setengah berteriak. “Kau
bertanya apa aku marah? Kau pasti bercanda, Kim Kyuna. Yang benar saja. Aku
lebih dari marah! Aku murka!” bentak Jungkook.
“Kau tahu betapa sulitnya hidup yang harus aku
dan ibuku jalani setelah apa yang kau dan ayahmu lakukan kami? Kau satu-satunya
harapan yang aku miliki saat itu, dan kau menghancurkannya! Kau membuatku
menderita!”
Nafas Kyuna tercekat. Bahunya mulai bergetar.
Dadanya terasa sesak dan matanya mulai berkaca-kaca. “Jungkook~a…” bisik Kyuna
dengan suara parau dan air mata yang jatuh membasahi pipinya.
Nafas Jungkook memburu dan matanya melebar karna
kemarahan yang baru saja ia luapkan. “Jangan sebut namaku seperti itu.” Katanya
dengan suara yang juga parau karna kemarahan. “Jangan pernah gunakan air mata
itu lagi padaku. Itu tidak akan mempan padaku.”
“Maafkan aku. Maafkan aku.” Ujar Kyuna diiringi
dengan suara isak yang mulai terdengar.
“Lupakan! Persetan dengan semua permintaan maaf
dan air matamu!” umpat Jungkook yang kemudian pergi keluar dari mobil dan
meninggalkan Kyuna yang menangis seorang diri.
Jimin yang sendari tadi menunggu tidak jauh
mobilnya sambil asyik memainkan game di ponselnya hanya bisa mengerutkan kening
saat melihat Jungkook keluar dari mobilnya dengan ekspresi wajah yang tidak
wajar.
Dalam sekejap Jimin tahu kalau ini bukan
pertanda baik. Mungkinkah apa yang ia takutkan benar-benar terjadi? Jimin
melompat dari tempatnya duduk dan mengalihkan pandangannya pada Kyuna yang
tidak terlihat baik. Gadis itu menangis.
Dengan langkah setengah berlari Jimin
menghampiri Jungkook. “Apa yang terjadi?” tanya Jimin.
Mata Jungkook yang berkaca-kaca memandang tajam
pada Jimin. “Lebih baik kau gantung aku dari pada menyuruhku menemuinya.” Kata
Jungkook.
“Aku tanya apa yang terjadi? Apa yang kau
lakukan padanya?”
“Aku hanya akan menyambut kembali kedatanganmu
jika itu tanpa dia.” Tambah Jungkook sebelum melangkah meninggalkan Jimin.
“Jung Jungkook! Yak!” teriak Jimin, yang tidak
mendapat respon dari Jungkook.
Baru sadar, Jimin mengalihkan pandangannya ke
arah mobil dan berlari secepat yang ia bisa. Langkahnya berangsur pelan saat
mendekat ke arah mobil. Dengan tangan gemetar ia membuka pintu mobil dan ia
merasa tubuhnya lemas saat melihat Kyuna yang menunduk dengan bahu bergetar dan
suara isak tangis lolos dari tenggorokannya.
“Kyuna~ya…” bisik Jimin yang kemudian duduk di
kursi kemudi.
Kyuna mengankat wajahnya dan Jimin melihat air
mata membasahi wajah gadis itu. Demi Tuhan, apa yang sudah terjadi?
“Jimin~a…” seru Kyuna dengan suara parau.
Jimin tidak tahu apa yang terjadi saat itu. Ia
baru mendapatkan kembali akal sehatnya saat tubuh gemetar Kyuna ada di
pelukannya. Dalam diam Jimin hanya bisa membelai punggung gadis yang sudah
menjadi sahabat sejak kecil.
Dan saat itu, timbul sebuah pertanyaan di benak Jimin.
Ini... bukan salahku, kan?
To be continue...
4 komentar:
wah,, panjang ya...ceritanya
lanjutannya mana,saya tunggu???
lanjutkan
next :D
Posting Komentar