Kyuna merebahkan tubuh lemasnya ke ranjang. Ia memandang
langit-langit kamarnya dalam diam. Matanya terasa perih setelah semua air mata
yang ia keluarkan. Setelah pertemuannya dengan Jungkook, Jimin membutuhkan
waktu yang tidak sebentar untuk membuat Kyuna tenang dan berhenti dari tangisannya.
Kyuna meletakkan lengannya di kepala, lalu menutup
matanya. Ini hari yang benar-benar menguras tenaga dan emosinya. Ia tidak
menyangka kalau hari ini akan berakhir seburuk dan semelahkan ini.
Belum genap lima menit Kyuna menutup matanya, ponsel
Kyuna berdering. Kyuna sendiri tidak ingat kapan ia menyalakan ponselnya.
Awalnya Kyuna tidak berniat menjawab telfon itu, tapi karna deringnya yang
mengganggu, akhirnya Kyuna meraba nakas yang ada di samping kanan ranjangnya
dan melihat layar ponselnya. Yoon Taehyun.
Seandainya itu orang lain, Kyuna akan langsung mematikan
ponselnya. Tapi tidak jika itu Taehyun. Ia merasa kalau sudah saatnya ia bicara
dengan Taehyun. Ia sudah keterlaluan pada laki-laki itu.
Suara helaan nafaslah yang pertama kali Kyuna dengar. “Syukurlah kau masih hidup.” Kata
Taehyun. Mungkin kata-kata itu terlalu frontal, tapi anehnya Kyuna tidak merasa
tersinggung. “Kemana saja kau seharian
ini?”
“Aku pergi ke Busan.” Jawab Kyuna lemah.
Untuk beberapa detik tidak terdengar suara Taehyun,
hingga Kyuna memanggil namanya. “Kau
pergi dengan Jimin?” tanya Taehyun kemudian.
“Emmm...” gumam Kyuna mengiyakan.
Taehyun kembali menghelan nafas. “Apa yang kau lakukan disana?”
“Menyelesaikan masalah.”
“Masalah apa?”
“Kau akan tahu jika sudah saatnya.”
“Dan kapan saat itu
akan datang?”
“Nanti.” Jawab Kyuna dengan nada menggantung. “Nanti.”
Taehyun menghelan nafas lagi, entah untuk yang keberapa
kalinya. “Kenapa mesti dia? Aku juga bisa
mengantarmu. Kau tahu kan aku bisa melakukan apapun untukmu. Kau hanya perlu
meminta.”
Kyuna terdiam, lalu ia bergumam. “Maafkan aku, tapi ini
bukan sesuatu yang bisa kau lakukan untukku, Taehyun~a. Ini hanya tentang aku dan Jimin.”
“Ini mungkin
terdengar konyol dan kau mungkin sudah bosan mendengarnya,” kata Taehyun
ragu. “tapi apa sebenarnya yang coba
kalian sembunyikan?”
“Sesuatu yang tidak perlu kalian ketahui.” Jawab Kyuna cepat.
Taehyun terdiam. Ia menarik nafas panjang selama beberapa
kali. Kyuna tahu kalau saat ini Taehyun sedang menata emosinya agar tidak
meledak. Dan saat ia sudah merasa tenang, Taehyun kembali bersuara. “Aku rasa kau butuh istirahat. Kau pasti
lelah.” Katanya.
Kyuna terdiam untuk beberapa saat, sampai ia akhirnya
mengiyakan apa yang Taehyun katakan. Kyuna baru akan menutup telfon Taehyun,
saat laki-laki itu memanggil namanya.
“Iya?” jawab Kyuna.
“Kesabaranku ada batasnya.” Kata Taehyun dengan suara parau.
Kyuna terdiam beberapa detik sebelum menjawab, “Aku
tahu.”
“Baiklah. Selamat malam, Kim Kyuna.”
“Selamat malam, Yoon Taehyun.”
“Selamat makan!” seru Jimin.
Di meja makan yang ada didepannya, Jimin bisa melihat
aneka hidangan lezat yang baru saja di masak ibu Jungkook. Di antaranya ada
makanan kesukaan Jimin, Jungkook dan Gyuri.
Jimin duduk tepat di depan ibu Jungkook. Di samping
kanannya ada Jungkook yang tampak sedikit tidak bersemangat, mungkin karna apa
yang terjadi tadi dengan Kyuna. Di samping kirinya ada Gyuri yang tampak tidak
terlalu nyaman dengan keberadaan Jimin.
Sebenarnya makan malam kali ini tidak semenyenangkan
awalnya. Diantara semuanya mungkin hanya ibu Jungkook lah yang terlihat paling
antusias, Jimin hanya menggunakan topeng cerianya, seperti yang mungkin akan
Jungkook dan Gyuri juga pakai untuk membuat suasan menjadi lebih baik.
“Kalian makanlah. Ibu sengaja memasak makanan kesukaan
kalian. Ini hari yang spesial.” Kata ibu Jungkook. “Putra ibu lulus dengan
nilai yang luar biasa.” Ibu Jungkook melirik pada putranya, Jungkook tersenyum
tipis. “Anak laki-laki ibu yang lain juga akhirnya datang mengunjungi ibu.”
Jimin tersenyum. “Dan keponakan cantik yang sangat bibi sayangi juga ada disisi
bibi sekarang.” Gyuri ikut tersenyum.
Sejujurnya makan malam kali ini terasa lebih seperti
neraka bagi semua orang. Tidak ada yang tahu apa yang membuat suasana ini
menjadi buruk. Hanya saja, setiap orang memiliki sesuatu yang membuat mereka
tidak nyaman dan mereka tidak bisa mengungkapkannya.
Jiminlah orang pertama yang menggerakkan sumpitnya untuk
mengambil sepotong daging sapi panggang di depannya. Ia memakannya dan berdecak
penuh kepuasan. Hanya Tuhan yang tahu apa yang membuat Jimin bisa makan di saat
yang tidak menyenangkan seperti ini.
Gyuri ikut menggerakkan sumpitnya, ia mengambil beberapa
lembar kimchi lalu nasi. Ibu Jungkook memandang kedua anak di depannya dengan
senyum lebar, lalu ia mengalihkan pandangannya pada Jungkook. “Jungkook~a, apa yang sedang kau pikirkan?” tanya
ibu Jungkook yang menyadari kalau kesadaran putranya sedang melayang
meninggalkan tubuhnya yang membeku.
“Hah?” pekik Jungkook pelan. Sang ibu hanya memandang
penuh tanya pada putranya. Jungkook tersenyum tipis. “Tidak ada apa-apa.”
Katanya berbohong.
Semua orang bisa melihat kebohongan itu. Jungkook
mengangkat tangannya yang sejak tadi hanya terkulai di atas pangkuannya, ia
meraih sumpit. Ia hendak mengambil daging bakar seperti yang Jimin ambil, tapi
sebelum sempat mengangkat sumpitnya tangan Jungkook berhenti. Pandangannya
kembali kosong.
“Jungkook~a.”
Panggil ibu Jungkook.
Jungkook terperanjat pelan. Ia memandang bingung pada
ibunya, lalu memandag Jimin dan Gyuri bergantian. Dan saat itu Jungkook baru
sadar, kalau keadaannya saat ini sangat buruk. Ia akan terlihat lebih buruk
jika terus berada di meja makan.
Jungkook meletakkan kembali sumpitnya. “Aku rasa aku
harus ke kamar mandi sebentar.” Kata Jungkook.
“Hah? Kau baik-baik saja, Jungkook~a?” tanya ibu Jungkook khawatir.
Jungkook mengangguk, sebelum akhirnya berdiri dan
meninggalkan ruang makan.
“Sepertinya aku juga harus ke kamar mandi.” Kata Gyuri
tiba-tiba.
“Kau juga?” tanya ibu Jungkook.
Gyuri mengangguk, lalu berdiri dan meninggalkan meja
makan.
Hanya ada Jimin dan ibu Jungkook sekarang. Jimin
memandang punggung Jungkook dan Gyuri yang mulai menghilang di balik pintu
dapur. Kemudian ia menunjukkan senyum canggung saat sadar kalau ibu Jungkook
sedang memandangnya.
Jimin mengangkat sumpitnya. “Ayo, kita lanjutkan makannya
bibi.” Ajak Jimin.
Jimin kembali mengambil daging bakar di depannya. Sebelum
mempat ia menaruh daging itu di mangkuknya, pertanyaan dari ibu Jungkook
berhasil membuatnya membeku. “Dia datang, kan?” tanya ibu Jungkook.
Jimin tidak mengatakan apapun. Ia terpaku dan tangannya
terkulai lemas di atas meja.
“Apa dia bertemu dengan Jungkook?” tanya ibu Jungkook
lagi.
Jimin masih tidak menjawab.
“Kau bisa jujur pada bibi, Jimin~a. Bibi akan baik-baik
saja.” Kata ibu Jungkook lembut.
Jimin tampak ragu untuk beberapa saat. “Aku mungkin
membuat semuanya menjadi lebih buruk.” Kata Jimin akhirnya.
“Aku hanya ingin mereka bertemu. Hidup Kyuna sudah cukup
berat selama ini. Bertemu dengan bibi dan Jungkook adalah salah satu
keinginannya yang ingin aku wujudkan, tapi aku tidak tahu... aku bersumpah...”
Jimin menundukkan kepala, dan perlahan bahunya bergetar. “aku tidak menduga kalau
semua ini akan mejadi lebih buruk.” Lanjut Jimin dengan suara serak. “Maafkan
aku... aku tidak berfikir kalau ini akan membuat Jungkook sedih. Aku
benar-benar menyesal. Aku minta maaf, bibi.”
Jimin sedang berusaha menahan air mata yang terus memaksa
keluar dari sudut dalam matanya. Perasaan bersalah kembali muncul dan membuat
dada Jimin terasa sesak. Saat ini, Jimin merasa sulit untuk bernafas.
Dengan mata yang mulai berkaca-kaca, ibu Jungkook menarik
nafas panjang. Jimin merupakan anak yang hebat. Ia tahu kalau Jungkook sangat
mengidolakan Jimin, dan melihat anak hebat itu menangis, membuat hati ibu
Jungkook sakit. Ia sudah menganggap Jimin seperti putranya sendiri.
“Kau tidak perlu minta maaf, Jimin~a. Kau hanya melakukan
semua yang bisa kau lakukan untuk memperbaiki keadaan.” Ibu Jungkook
menenangkan. Ibu Jungkook mencoba tersenyum, walaupun matanya berkaca-kaca.
“Apa Kyuna hidup dengan baik?” tanya ibu Jungkook kemudian, masih mencoba
menahan tangisannya.
Jimin masih tidak mengucapkan sepatah katapun. Perasaan
bersalahnya semakin menjadi-jadi. Ia benar-benar tidak tahu kalau niat baiknya
akan berakhir dengan pertengkaran antara Jungkook dan Kyuna seperti pagi tadi.
Ini benar-benar membuar Jimin merasa bodoh. Dan kini ibu Jungkook juga ikut
merasakan kesedihan yang Jungkook rasakan.
“Dia hidup dengan baik, kan?” tanya ibu Jungkook lagi.
Dengan susah payah Jimin mengangguk.
Ibu Jungkook masih tersenyum. “Gadis seperti apa dia
sekarang?”
“Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik dan cerdas. Ia
memiliki kepribadian yang kuat. Ia mempunyai banyak orang yang menyayanginya.
Ia benar-benar gadis yang luar biasa.”
Ibu Jungkook mengangguk pelan. Jimin kembali mengingat
apa yang terjadi pagi tadi. Kyuna adalah gadis dengan kepribadian yang kuat.
Gadis itu tidak mudah terintimindasi oleh orang lain, tapi hari ini ia bahkan
menangis. Menangis setelah bertemu dengan Jungkook. Niat baik Jimin berbuah air
mata dari dua orang yang sangat ia sayangi.
“Maafkan aku, bibi.” Jimin kembali meminta maaf, yang
entah sudah keberapa kalinya.
Ibu Jungkook tidak tahu harus melakukan apa untuk membuat
Jimin merasa lebih baik. Ia sungguh-sungguh saat mengatakan kalau ini bukan
salah Jimin. Anak itu hanya mencoba memperbaiki keadaan.
Getaran di bahu Jimin semakin menjadi. Jimin masih
berusaha keras menahan air matanya. Tapi rasa bersalahnya yang begitu dalam membuat
kekuatanya untuk tidak menangis seolah menguap.
Melihat Jimin menangis pelan, ibu Jungkook merasa kalau
yang Jimin perlukan saat ini memang mengeluarkan seluruh perasaan bersalah dan
putus asanya.
“Kau sudah melakukan yang terbaik, Jimin~a.” Kata ibu Jungkook, kembali
menenangkan. “Maaf karna telah membuatmu merasakan semua beban ini.”
Jimin masih menangis.
“Dan terima kasih telah mempertemukan Jungkook dan Kyuna.
Ibu tahu Jungkook sangat merindukannya.” Tambah ibu Jungkook dengan sebuah
senyum terima kasih yang tulus ia sampaikan pada Jimin.
Malam itu berlanjut dengan suara tangis Jimin yang
memenuhi ruang makan yang hening. Tidak ada yang ingin tahu kemana Jungkook dan
Gyuri pergi. Mereka hanya mencoba menguatkan diri mereka. Menata kembali hati
dan pikiran mereka. Karna masih ada hari esok yang harus mereka jalani.
Fajar baru muncul dari persembunyiannya saat mobil Jimin
memasuki komplek perumahan di daerah Gangnam. Jalanan masih sepi dan udara masih
dingin. Samar-samar cahaya matahari menembus kabut pagi.
Jimin memutuskan untuk segera pergi setelah ia bisa
menghentikan air matanya yang tidak bisa di tahan, tapi ibu Jimin tidak
mengijinkan Jimin pulang setelah semua yang terjadi. Akhirnya Jimin baru bisa
pulang pagi ini. Itupun dengan usaha yang tidak mudah.
Ibu Jungkook bersikeras agar Jimin pulang setelah fajar
muncul, tapi Jimin tidak akan sanggup lebih lama lagi berada di rumah Jungkook.
Semua yang ada di rumah Jungkook mengingatkan Jimin pada Jungkook dan itu
berlanjut pada pertengkaran Kyuna dan Jungkook. Jimin bahkan tidak bisa tidur.
Ia juga tidak tahu jam berapa Jungkook pulang semalam. Saat Jimin pulang pagi
ini, ia juga tidak memberi tahu Jungkook. Ia pergi hanya dengan berpamitan pada
ibu Jungkook.
Jimin membelokkan mobilnya ke gang menuju rumahnya. Dalam
kabut tipis dan kurangnya cahaya matahari pagi, Jimin bisa melihat dengan jelas
sebuah mobil di parkir di depan rumahnya. Mobil itu tidak asing.
Jimin bisa menebak mobil siapa yang diparkir didepan
rumahnya saat melihat seorang gadis berseragam Hangkuk National School bersadar
di pintu depan mobil dengan tangan yang terlipat didepan dada dan kepala
menunduk. Ujung sepatu gadis itu beradu dengan aspal. Kebiasaan yang selalu ia
lakukan saat menuggu.
Jimin menghentikan mobilnya di depan mobil gadis tadi.
Gadis itu pasti menyadari kedatangan Jimin, karna ia menegakkan tubuhnya dan
berjalan menghampiri mobil Jimin.
Saat Jimin keluar dari mobil, ia disambut dengan ekpresi
jengkel gadis itu. “Sekarang kau bahkan bermalam dengan Kyuna?” tanyanya
menyindir.
Jimin tertawa pelan.
“Itu bukan lawakan.” Kata gadis itu jengkel.
Jimin tersenyum. “Apa yang kau lakukan disini? Kau
menungguku?”
Gadis itu mengangguk pelan. “Kau pergi dengan Kyuna dan
itu membuatku khawatir. Aku ingin menelfonmu, tapi aku tahu kau tidak akan
menjawabnya. Jadi, aku hanya bisa menunggu kau kembali.”
Jimin memandang wajah cantik gadis itu. Ia bisa melihat
kecemasan dimatanya. “Apa yang kau khawatirkan sebenarnya?” tanya Jimin sambil
melangkahkan kaki untuk memotong jarak yang memisahkan mereka.
“Semuanya. Aku khawatir tentang hubungan kalian. Kalian
selalu bilang kalau kalian hanya teman sejak kecil, tapi semua orang bisa
melihat kalau kalian lebih dari itu.” Gadis itu menjelaskan dengan suara
pelannya.
Jimin hanya memandangi gadis itu dalam diam. Mencoba
mendengar semua yang gadis itu ingin katakan. Sudah lama ia tidak melihat gadis
itu khawatir seperti sekarang. “Lebih dari apapun, aku paling khawatir
tentangmu. Setiap kali kau kembali dari Busan bersama Kyuna, kau akan selalu
seperti ini.”
Jimin mengerutkan kening. “Seperti apa?”
“Buruk.” Jawabnya cepat. “Kau berantakan. Wajahnya kusut
dan kau tidak terlihat baik. Ini menggangguku. Sangat menggangguku. Aku tidak
suka melihatmu sedih, sengsara ataupun...”
Jimin tiba-tiba memeluk gadis itu dan menghentikan apa
yang gadis itu katakan. “Terima kasih telah mengkhawatirkanku. Kau membuatku
merasa lebih baik hanya dengan ada di sampingku.”
Jungkook merasa kepalanya pening saat pertama kali membuka matanya pagi ini. Setelah semua yang terjadi kemarin, Jungkook merasa semua tenaga dan emosinya terkuras. Setelah ia meninggalkan makan malam semalam, ia baru pulang dua jam kemudian setelah Gyuri menyusulnya dan menghiburnya.
Jungkookk bangun dari ranjanganya, memijat pelan pelipisnya dan mencoba mengumpulkan kesadarannya. Ia harus bangun, ia tidak ingin terjebak dalam keadaan emosi yang tidak stabil seperti kemarin terus-menerus.
Dari tempat tidurnya, perhatian Jungkook mulai terkumpul saat melihat sebuah kotak berwarna putih di atas meja belajarnya. Jungkook mengerutkan keningnya dan turun dari tempat tidur setelah benar-benar yakin dan sadar kalau kotak itu tidak ada disana saat Jungkook berangkat tidur semalam.
Jungkook sudah sampai di depan meja. Ia meraih kotak itu dan membukanya. Pandangan Jungkook tertahan pada isi kotak itu. Ia merasa tenggorokannya tercekat dan tubuhnya mematung. Kotak itu dari Jimin dan Kyuna. Ia tahu itu setelah melihat isinya.
Dari dalam tenggorokannya, Jungkook bergumam. "Kenapa kalian melakukan ini padaku?"
To be continue...
Jungkookk bangun dari ranjanganya, memijat pelan pelipisnya dan mencoba mengumpulkan kesadarannya. Ia harus bangun, ia tidak ingin terjebak dalam keadaan emosi yang tidak stabil seperti kemarin terus-menerus.
Dari tempat tidurnya, perhatian Jungkook mulai terkumpul saat melihat sebuah kotak berwarna putih di atas meja belajarnya. Jungkook mengerutkan keningnya dan turun dari tempat tidur setelah benar-benar yakin dan sadar kalau kotak itu tidak ada disana saat Jungkook berangkat tidur semalam.
Jungkook sudah sampai di depan meja. Ia meraih kotak itu dan membukanya. Pandangan Jungkook tertahan pada isi kotak itu. Ia merasa tenggorokannya tercekat dan tubuhnya mematung. Kotak itu dari Jimin dan Kyuna. Ia tahu itu setelah melihat isinya.
Dari dalam tenggorokannya, Jungkook bergumam. "Kenapa kalian melakukan ini padaku?"
To be continue...
0 komentar:
Posting Komentar